1. ANALISIS LOGAM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
1.2 Metoda Percobaan
Metode
yang digunakan pada percobaan ini adalah SSA (Spektofotometer Serapan Atom).
1.3 Prinsip Percobaan
Senyawa
logam dalam contoh uji didestruksi dalam suasana asam. Kemudian diukur kadarnya
dengan spektofotometer serapan atom secara langsung pada panjang gelombang
tertentu.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Logam berasal dari bahasa Yunani “Metal” adalah
sebuah unsur kimia yang siap membentuk ion (kation) dan memiliki ikatan logam,
dan kadang kala dikatakan mirip dengan kation diawan electron. Logam adalah
salah satu unsur dari tida kelompok unsur yang dibedakan oleh sifat ionisasi
dan ikatan, bersama dengan metalloid dan non logam (Anonymous
A, 2010).
Paduan logam merupakan pencampuran dari dua jenis
logam atau lebih untuk mendapatkan sifat fisik, mekanik, listrik dan visual
yang lebih baik. Contoh paduan logam yang popular adalah baja tahan karat yang
merupakan pencampuran dari besi (Fe) dengan Krom (Cr) (Anonymous A, 2010).
Logam terbagi 2 (Anonymous
A, 2010):
1. Logam
Mulia
Secara umum logam mulia adalah
logam-logam yang termasuk paduannya yang biasa dijadikan perhiasan, seperti
emas, perak, perunggu dan platina.
2. Logam
berat
Logam berat adalah logam dengan massa
jenis lima atau lebih, dengan nomor atom 22 sampai 92. Logam berat dianggap
berbahaya bagi kesehatan bila terakumulasi secara berlebihan didalam tubuh.
Seperti Kadmium (Cd), timbal (Pb), raksa (Hg), dll.
Drude dan Lorentz mengemukakan model, bahwa logam
sebagai suatu kristal terdiri dari ion-ion positif logam dalam bentuk bola-bola
keras dan sejumlah electron yang bergerak bebas dalam ruang antara.
Elektron-elektron valensi logam tidak terikat erat, sehingga relatif bergerak
bebas. Hal ini dapat dimengerti mengapa logam bersifat pengantar panas dan
listrik yang baik (Anonymous
B, 2009).
Salah
satu contoh logam adalah seng
(Zn). Seng merupakan zat mineral esensial yang sangat penting bagi tubuh. Terdapat sekitar dua milyar orang di
negara-negara berkembang yang kekurangan asupan seng. Defisiensi ini juga dapat
menyebabkan banyak penyakit. Pada anak-anak, defisiensi ini menyebabkan
gangguan pertumbuhan, memengaruhi pematangan seksual, mudah terkena infeksi,
diare, dan setiap tahunnya menyebabkan kematian sekitar 800.000 anak-anak di
seluruh dunia. Konsumsi
seng yang berlebihan dapat menyebabkan ataksia,
lemah lesu, dan defisiensi tembaga (Anonymous B, 2011).
Perbandingan sifat-sifat fisis logam dengan non
logam (Anonymous
B, 2009):
No
|
Logam
|
Non Logam
|
1
|
Padatan
logam merupakan penghantar listrik yang baik
|
Padatan
non logam bukan penghantar listrik
|
2
|
Mempunyai
kilap logam
|
Tidak
mengkilap
|
3
|
Kuat
dan keras
|
Tidak
kuat dan tidak keras
|
4
|
Bisa
diulur dan dibengkokkan
|
Rapuh
dan patah jika dibengkokkan
|
5
|
Umumnya
kerapatannya besar
|
Umumnya
kerapatannya rendah
|
6
|
Titik
didih dan titik leleh tinggi
|
Titik
didih dan titik leleh rendah
|
Salah
satu metode yang digunakan untuk mengetahui kandungan logam pada air adalah
dengan menggunakan SSA (Spektofotometer Serapan Atom). Komponen-komponen SSA
dijelaskan pada skema berikut (R. A. Day, 1986):
Cara kerja SSA adalah tabung beroperasi dengan
suplai daya yang memberikan voltase sampai 300 V. Arus melewati tabung
berjangka miliampere, 20-30 mA yang berenergi dipercepat menuju katode negatif,
dimana tabrakan dengan permukaan akan melepaskan atom-atom logam katode. Dalam
tabrakan lebih lanjut dengan ion dan atom yang berenergi, atom-atom logam yang
terpercik itu akan terekotasikan. Kemudian, dalam daerah di cas yang lebih
dingin mereka memancarkan spektrum garis yang karakteristik dari logam katode
yang tampak sebagai suatu pijaran dalam rongga katode yang cekung. Suatu garis
resonansi dipilih dari spektrum ini untuk pengukuran serapan. Gas pengisi
tertekan cukup rendah dan temperature cukup rendah sehingga garis-garis spektrum
pancaran dari lampu lebih sempit dari pada garis serapan analit dalam nyala,
tepatnya seperti yang kita kehendaki (R. A. Day, 1986).
Prinsip
analisis dengan SSA adalah interaksi antara energi radiasi dengan atom unsur
yang dianalisis. Populasi atom pada tingkat dasar dikenakan seberkas radiasi
maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada
tingkat dasar tersebut. Penyerapan ini menyebabkan terjadinya pengurangan
intensitas radiasi yang diberikan. Pengurangan intensitas sebanding dengan
jumlah atom yang berada pada tingkat dasar tersebut (Riyanto, 2009).
Dalam
aplikasinya pada bidang Teknik Lingkungan kadar logam sangat penting untuk
diketahui. Dengan adanya diketahui kadar logam dalam suatu perairan ataupun
badan air maka kita akan mengetahui kualitas air tersebut, dan memudahkan kita
untuk menentukan perlakuan pengolahan yang tepat pada air tersebut. Jika kadar
logamnya tinggi, dan kita ingin menjadikan air tersebut sebagai air baku untuk
air minum, tentunya kita akan melakukan pengolahan secara kimia. Dan sebaliknya
jika kadar logamnya tidak memlewati ambang baku mutu yang telah ditetapkan,
maka kita tidak perlu lagi melakukan pengolahan secara kimia untuk mengurangi
konsentrasi logamnya.
BAB III
PROSEDUR
PERCOBAAN
3.1 Alat
1. AAS/SSA
(Spektofotometer Serapan Atom);
2. Labu
ukur 100 ml 7 buah;
3. Pipet
tetes;
4. Pipet
takar 10 ml dan 5 ml;
5. Erlenmeyer
100 ml;
6. Corong;
7. Kertas
saring;
8. Kompor
listrik;
9. Cawan.
3.2 Bahan
1. Sampel
destruksi yang kering;
2. Aquadest;
3. HNO3
pekat;
4. H2O2.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Analisa
Logam Dalam Sampel Padat
1. Ambil
sampel sebanyak 5 gr (timbang dalam neraca analitik);
2. Masukkan
sampel dalam erlenmeyer 100 ml, tambahkan 5 ml HNO3 pekat dan
ancerkan hingga volumenya menjadi 50 ml;
3. Hidupkan
kompor listrik dan panaskan selama 3 jam.
4. Saring
sampel dalam labu ukur 50 ml. Bilas sampel dan masukkan air bilasan tersebut
dalam labu ukur hingga volumenya menjadi 50 ml;
5. Periksa
absorbansi sampel dan masing-masing larutan standar menggunakan SSA.
3.3.2 Analisa
Sampel Dalam Air dan Limbah Cair
1. Ambil
sampel 50 ml dan masukkan kedalam gelas piala 100 ml;
2. Tambahkan
5 ml asam nitrat pekat kemudian tutup gelas piala dengan kaca arloji dan
panaskan hingga volumenya menjadi setengah volume semula;
3. Saring
sampel dalam labu ukur 50 ml menggunakan
kertas saring. Bilas sampel dan masukkan air bilasan tersebut kedalam labu ukur
hingga volumenya menjadi 50 ml;
4. Periksa
absorbansi sampel dengan menggunakan SSA.
3.3.3 Penentuan
Kadar Air
1.
Panaskan cawan kosong
pada suhu 105˚C selama 1 jam.
2.
Timbang cawan
menggunakan neraca analitik, masukkan sampel (berat awal);
3.
Panaskan cawan yang
berisi sampel selama 1 jam dan dinginkan;
4.
Timbang kembali cawan
berisi sampel menggunkan neraca analitik (berat akhir);
5.
Hitung kadar air
sampel.
3.4 Rumus
- Kadar logam = ppm dari kurva x (gr sampel/ml ekstrak) x FP
2. Regresi
linear kurva
y
= a + bx
a
=
b
=
2. ANALISIS ZAT PADAT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Metode Percobaan
Metode
yang digunakan pada percobaan ini adalah gravimetri.
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan
percobaan ini adalah menentukan jumlah/kadar zat padat (solid) dalam air, baik yang tersuspensi maupun terlarut.
1.3 Prinsip Percobaan
Pengukuran
zat padat dalam air berdasarkan metode gravimetri yaitu analisis berdasarkan
penimbangan berat. Penentuan padatan dilakukan dengan cara penyaringan,
pemanasan, dan penimbangan.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam air ditemukan dua kelompok zat, yaitu zat
terlarut seperti garam dan molekul organis, dan zat padat tersuspensi dan
koloidal seperti tanah liat (kwarts). Perbedaan pokok dari dua kelompok zat ini
ditentukan melalui ukuran atau diameter partikel-partikel tersebut. Perbedaan
antara kedua kelompok zat yang ada dalam air di alam cukup jelas dalam praktek,
namun kadang-kadang batasan itu tidak dapat dipastikan secara definitif
(Alaerts dkk, 1984).
Analisa zat padat dalam air sangat penting bagi
penentuan komponen-komponen air secara lengkap, juga untuk perencanaan serta
pengawasan proses-proses pengolahan dalam bidang air minum maupun dalam bidang
air buangan (Alaerts dkk, 1984).
Zat-zat padat yang berada dalam suspense dapat
dibedakan menurut ukurannya sebagai partikel tersuspensi koloidal (partikel
koloid) dan partikel tersuspensi biasa (partikel tersuspensi). Jenis partikel
koloid tersebut adalah penyebab kekeruhan dalam air (efek tyndall) yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang
menembus suspense tersebut (Alaerts dkk, 1984).
Dalam metode analisa zat padat, pengertian zat padat
total adalah semua zat-zat yang tersisa sebagai residu dalam suatu bejana, bila
sampel air dalam bejana tersebut dikeringkan pada suhu tertentu. Zat padat
rotal terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang dapat
bersifat organis dan inorganik.
Dalam air
ditemukan dua kelompok zat, yaitu (Alaerts, 1984):
1.
Zat terlarut, seperti garam dan
molekul organis
2.
Zat padar tersuspensi dan
koloidal, seperti tanah liat (kwarts).
Perbedaan pokok antara kedua kelompok
zat ini ditentukan melalui ukuran atau diameter partikel-partikel tersebut.
Perbedaan antara kedua kelompok zat yang ada dalam air alam cukup jelas dalam
praktek, namun kadang-kadang batasan itu tidak dapat dipastikan secara
defenitip (G. Alaerts, 1984).
Jumlah dan sifat zat padat tidak
terlalut dan terlarut yang terkandung dalam cairan sangat bervariasi. Dalam air
minum sebagian besar zat padat terlarut berasal dan terdiri dari sebagian besar
garam-garam anorganik, sebagian kecilnya dari bahan organik dan gas terlarut.
Pada air minum besar total padatan yang terkandung biasanya berkisar 20-1000
mg/l (Sawyer, 1978).
Seorang Insinyur Teknik Lingkungan selalu berkaitan
dengan pengukuran materi padatan dalam berbagai jwnis, yakni cairan dan semi
cairan, mulai dari air minum limbah domestik dan industri, serta lumpur yang
dihasilkan dalam proses pengolahan. Semua materi kecuali air yang terkanding
dalam zat cair atau bahan cair digolongkan sebagai materi zat padat atau
padatan (Sawyer, 1978).
Jumlah dan sifat zat padat tidak terlarut dan
terlarut yang terkandung dalam cairan sangat bervariasi. Dalam air minum
sebagian besar zat padat terlarut berasala dan terdiri dari sebagian besar
garam-garam anorganik, sebagian kecilnya dari bahan organik dan gas terlarut.
Pada air minum besar total padatan yang terkandung biasanya berkisar 20-1000
mg/l (Sawyer, 1978).
TS
TSS TDS
FSS VSS
FDS VDS
Gambar 1 Skema Analisis zat padat
Keterangan:
1.
TS (Total Solids)
Adalah zat padat total/residu total setelah sampel
limbah cair dikeringkan pada suhu 1050C yang bertujuan untuk
mengetahui parameter mutu air.
2. TSS
(Total Suspended Solids)
Adalah zat padat tersuspensi dimana sampel disaring
dengan kertas filter, filter yang mengandung zat tersuspensi dikeringkan pada
suhu 1050C selama 2 jam.
3. FSS
(Fixed Suspended Solids)
Merupakan residu yang tertinggal setelah TSS dibakar
pada suhu 500 500C.
4. VSS
(Volatile Suspended Solids)
Adalah zat padat yang hilang sewaktu TSS dibakar
pada suhu 500 500C.
5. TDS
(Total Dissolved Solids)
Adalah zat padat terlarut/residu terlarut dimana
sampel disaring dengan kertas filter, cairan yang lolos dikeringkan pada suhu
1050C hingga garam mengendap.
6. FDS
(Fixed Dissolved Solids)
Adalah residu yang tertinggal setelah TDS dibakar
pada suhu 500 500C.
7. VDS
(Volatile Dissolved Solids)
Adalah
zat padat yang hilang pada waktu TDS dibakar pada suhu 500 500C (Alaerts, 1978).
Sumber utama TDS adalah dari perairan pertanian dan
air buangan perumahan, pencemaran tanah dan titi-titik sumber pencemaran air
yang keluar dari industri atau pengolahan limbah pabrik. Biasanya mengandung
bahan-bahan kimia seperti kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium dan klorida
(Anonim, 2010)
Total padatan terlarutnya berbeda dari Total Suspended Solids (TSS), karena
merupakan padatan yang terakhir yang tidak dapat melewati saringan yang
berukuran dua mikrometer. (Anonim, 2010).
Beberapa jenis filter
yang digunakan dalam penentuan zat padat dalam air adalah (Alaerts, 1984) :
1.
Filter kertas biasa
Filter ini
terbuat dari bahan kertas biasa dengan ukuran diameter pori 10 μm. Filter ini
menahan semua zat padat tersuspensi dan sebagian kecil zat koloidal yang dapat
diabaikan. Filter ini menyerap kelembaban udara yang mengakibatkan bertambahnya
berat sampai 5 % dari beratnya sendiri. Oleh karena itu, filter kertas ini
harus ditentukan beratnya dalam keadaan kering sebelum filtrasi. Kertas filter
biasa ini tidak cocok untuk analisa zat padat tersuspensi organis/ionorganis.
Ini dikarenakan setelah dikeringkan pada suhu 550º C terdapat sisa pembakaran
filter yang tidak diketahui beratnya.
2.
Filter kertas khusus;
Filter ini
terbuat dari bahan kertas khusus yag lenyap waktu pembakaran pada suhu 550º C.
Filter ini digunakan untuk analisa zat padat tersuspensi dan cocok untuk
analisa zat padat tersuspensi organis/ionorganis karena tidak ada sisa
pembakaran filter.
3.
Filter glass-fiber
Filter ini
terbuat dari serabut kaca yang halus dan bersifat ionorganis sehingga tidak
ikut terbakar pada suhu 550º C. Filter ini tidak menyerap kelembaban udara
sehingga tidak perlu dikeringkan dahulu sebelum analisa zat tersuspensi, zat
tersuspensi organis dan inorganik. Filter glass-fiber ini tidak sedikit
kelebihannya dibanding yang lain, tetapi harga filter ini mahal.
4.
Filter membran
Filter ini terbuat dari semacam bahan ember dan mempunyai lubang
pori dengan ukuran tertentu tetapi sama besarnya. Filter ini digunakan untuk
menyaring atau menahan zat koloidal yang terkandung dalam larutan yang lolos
dari filter kertas. Filter kertas ini tidak ember sisa pembakaran.
BAB III
PROSEDUR
PERCOBAAN
3.1
Alat
1.
Kertas saring 2 buah;
2.
Cawan penguap 4
buah;
3.
Desikator;
4.
Furnace;
5.
Oven
6.
Gelas ukur 50 ml ;
7.
Timbangan;
8.
Tang krus;
9.
Pinset;
10.
Corong 2 buah;
11.
Neraca Analitik;
12.
Statip 2 buah;
3.2
Bahan
1.
Aquadest;
2.
Sampel air.
3.3
Cara kerja
1. Persiapan
Panaskan kertas saring di dalam cawan penguap dan beaker glass di oven pada suhu 105 OC selama 1 jam,
setelah itu dinginkan dan timbang;
2. Saring sampel sebanyak 15 ml pada
kertas saring yang ditimbang, filtratnya di tampung.
3. Lalu panaskan pada oven di suhu
105oC selama 1 jam, dinginkan lalu timbang;
4. Filtrat yang ditampung tadi
panaskan pada kompor pada suhu 180oC
sampai airnya tinggal kira-kira 2 ml, lalu panaskan pada oven di suhu 105oC
selama 1 jam, dinginkan lalu timbang;
5.
Kertas saring dan filtrat yang telah dipanaskan pada oven tadi lalu
dipanaskan pada furnace di suhu 550oC
semalam 1 jam, dinginkan lalu timbang;
6. Lalukan hal yang sama terhadap
blanko.
3.4
Rumus
a = massa cawan + kertas saring sampel
b = massa cawan + kertas saring blanko
c = massa cawan sampel h = g dipanaskan 550° C
d = massa cawan blanko i =
c dipanaskan 105° C
e = a dipanaskan 105° C j =
i dipanaskan 550° C
f = e dipanaskan
550° C k =
d dipanaskan 105° C
g = b dipanaskan 105° C l =
k dipanaskan 550° C
Sampel
TSS = (e – a) x 1000/ ml sampel x 1000
FSS = (f – e) x 1000/ml sampel x 1000
VSS =
TSS - FSS
TDS = (i – c) x 1000/ ml sampel x 1000
FDS = (j – i) x 1000/ ml sampel x
1000
VDS = TDS – FDS
TS = TSS + TDS
Blanko
TSS = (g - b) x 1000/ ml blanko x 1000
FSS =
(h - g) x 1000/ml blanko x 1000
VSS =
TSS - FSS
TDS = (k - d) x 1000/ ml blanko x 1000
FDS = (l – k) x 1000/ ml blanko x 1000
VDS = TDS – FDS
TS = TSS + TDS
3. CHEMICAL OXYGEN
DEMAND (COD)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Percobaan
Tujuan
dari pratikum ini adalah menghitung/mengukur kadar COD yang terdapat dalam
sampel.
1.2 Metode
Percobaan
Metode
yang digunakan pada pratikum ini adalah titrasi menggunakan larutan Ferro
Ammonium Sulfat (FAS) dengan menggunakan indikator Ferroin.
1.3 Prinsip
Percobaan
Senyawa organic dalam air
dioksidasi oleh larutan Kalium Dikromat dalam suasana asam pada temperature 150oC.
kelebihan Kalium Dikromat dititrasi oleh Larutan Ferro Ammonium Sulfat (FAS)
dengan indikator
Ferroin.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Chemical
Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) dalah jumlah oksigen
(MgO2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada
dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7
digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing
agent) (Alaerts, dkk. 1984).
Tes
COD sangat luas digunakan sebagai alat pengukuran kekuatan organik buangan
domesik dan industri. Tes ini mengukur kandungan organik sebagai juumlah total
oksigen yang diperlukan untuk oksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan
air (Sawyer, 1978).
Angka
COD merupakan ukuran bagi pencemar air oleh zat-zat organis yang secara ilmiah
dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. analisa COD berbeda dengan analisa
BOD namun perbandingan antara angka COD dengan angka BOD dapat ditentukan.
Tidak semua zat-zat organis dalam air buangan maupun air permukaan dapat
dioksidasikan melalui tes COD atau BOD (Alaerts, dkk. 1984).
Theoretical
Oxygen Demand (TOC) atau kebutuhan oksigen teoritis adalah kebutuhan oksigen
untuk mengoksidasikan zat organik dalam air yang dihitung secara teoritis. ThOD
dapat menghitung jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menggoksidasi ammonia
yang terdapat pada badan air atau air buangan. Jumlah oksigen tersebut dihitung
bila komposisi zat organik terlarut telah diketahui. (Alaerts dkk, 1984).
Selama
penentuan COD, bahan organik dikonversi menjadi karbondioksida dan air dengan
mengabaikan kemampuan asimilasi biologis. Sebagai contoh glukosa dan lignin
dapat dioksidasi secara sempurna. Hasilnya, nilai COD lebih besar daripada
nilai BOD dan dapat jauh lebih besar jika bahan organik yang resisten terhadap
degradasi biologis ada dalam jumlah yang berarti (Sawyer, 1978).
Karena
pengukuran COD permintaan oksigen senyawa organik dalam sampel air, penting
bahwa tidak ada di luar bahan organik menjadi sengaja ditambahkan ke sampel
yang akan diukur. Untuk mengontrol, ini yang disebut sampel kosong yang
diperlukan dalam penentuan COD (dan direksi permintaan biokimia). Sampel kosong
dibuat dengan menambahkan semua reagent (misalnya asam dan agent oksida) ke
volume air suling. COD diukur baik untuk air sampel dan sampel kosong, dan
keduanya dibandingkan. Permintaan oksigen dalam sampel kosong dikurangi dari
COD untuk sampel asli memastikan pengukuran sejati materi organik (Sawyer,
1978).
Kekurangan
dari tes COD adalah tidak dapat membedakan antara zat yang sebenarnya yang
tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis. Hal ini
disebabkan karena tes COD merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu
oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis, sehingga suatu pendekatan saja
(Anonim.2010).
Pada prinsip analisa COD, sebagian besar zat organis
mealalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang
emndidih. Reaksi yang terjadi pada saat penentuan adalah:
CaHbOc
+
Cr2O7 + H+ Ag2SO4 CO2 + H2O
+ Cr3+
Zat
organis (warna kuning) (warna hijau)
Selama
reaksi yang berlangsung lebih kurang 2 jam ini, uap direfluks dengan alat
kondensor, agar zat organik volatil tidak lenyap keluar. Perak Sulfat (Ag2SO4)
ditambahkan sebagai katalisator untuk menghilangkan gangguan klorida yang pada
umumnya ada dalam air buangan (Alaerts dkk, 1984).
Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik
habis teroksidasi, maka zat pengoksidasi K2Cr2O7
masih harus terisisa sesudah direfluks. sisa K2Cr2O7
ditentukan melalui titrasi FAS yang tersisa di dalam larutan tersebut digunakan
untuk menentukan berapa oksigen yang telah dipakai. Reaksi yang berlangsung
adalah (Alaerts dkk, 1984):
6Fe+
+ Cr2O72- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+
+ 7H2O
Pengukuran kelebihan Kalium Dikromat:
Untuk semua bahan organik sepenuhnya teroksidasi,
jumlah kelebihan kalium dikromat (oksidator atau agen) harus hadir. Okdsidasi
setelah selesai, jumlah kelebihan kalium dikromat harus diukur untuk memastikan
bahwa jumlah Cr3+ dapat ditentukan dengan akurat. Untuk
melakukannya, kelebihan kalium dikromat adalah dititrasi dengan ammonium
ferrous sulfat (FAS) sampai semua kelebihan agen pengoksidasi telah direduksi
menjadi Cr3+ (Anonim, 2010).
Kebutuhan
oksigen kimia (COD) adalah ukuran kapasitas air untuk mengkonsumsi oksigen
selama dekomposisi organik masalah dan oksidasi dari bahan kimia organik
seperti ammonia dan nitrit. Dasar untuk menggunakan COD adalah bahwa hamper
semua bahan organik compound dapat dilaksanakan sepenuhnya oksida kekarbon
dioksida dengan baik dan kuat dibawah kondisi asam (Alearts dkk.1984).
Untuk
tingkat ketelitian penyimpangan baku antara laboratorium adalah 13 mg/l
sedangkan penyimpangan maksimum dari hasil analisa dalam suatu laboratorium
sebesar 5% masih diperkenankan (Anonim. 2010).
Kebutuhan oksigen kimia (COD) adalah ukuran kapabilitas air untuk
mengkonsumsi oksigen selama dekomposisi organik masalah dan oksidasi dari bahan
kimia organik seperti ammonia dan nitrit. Dasar untuk menggunakan COD adalah bahwa hampir semua
bahan organik compound dapat dilaksanakan sepenuhnya dengan baik dan kuat
dibawah kondisi asam (Anonim. 2010).
COD merupakan salah satu parameter indikator pencemar didalam air
yang disebabkan oleh limbah organik, keberadaan COD didalam lingkungan sangat
ditentukan oleh limbah organik, baik yang berasal dari limbah rumah tangga
maupun industri, secara umum konsentrasi COD yang tinggi dalam air menunjukkan
adanya bahan pencemar organik yang berbahaya. kadar COD dalam air limbah
berkurang seiring dengan berkurangnya konsentrasi bahan organik yang terdapat
dalam air limbah. konsentrasi bahan organik yang rendah tidak selalu dapat
direduksi dengan metoda pengolahan yang konvensional (Alearts dkk. 1984).
Analisis COD berbeda dengan analisa BOD, namun perbandingan antar
angka COD dengan angka BOD dapat ditentukan, seperti pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Perbandingan
Rata – Rata Angka BOD5/COD
Untuk Beberapa Jenis Air
Jenis Air
|
BOD5/COD
|
-Air buangan domestik(penduduk)
-Air buangan domestik setelah pengendapan primer
-Air buangan setelah pengolahan secara biologis
- Air sungai
|
0,40
– 0,60
0,60
0,20
0,10
|
BAB
III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat
1. Buret;
2. Tabung
reaksi 4 buah;
3. Erlenmeyer
100 ml 3 buah;
4. Pipet
volum 5 ml;
5. Pipet
tetes;
6. Corong;
7. Bola
hisap;
8. COD
reactor dan transformer;
9. Gelas
ukur 10 ml.
3.2 Bahan dan
Reagen
3.2.1
Bahan
1.
Larutan digesti K2Cr2O7
0,0167 N;
2.
Reagen asam
sulfat-perak sulfat;
3.
Indikator ferroin;
4.
Aquadest;
5.
Larutan FAS 0,05 N;
6.
Sampel.
3.2.2 Reagen
1. Larutan
standar digesti K2Cr2O7 0,25 N
Ditimbang dengan teliti 12,259 gram K2Cr2O7
yang telah dipanaskan pada temperatur 105o C selama 1 jam, kemudian
diencerkan dengan aquadest hingga volumenya tepat 1 L.
2. Reagen
asam sulfat-perak sulfat
5,5 gram Ag2SO4dimasukkan
ke dalam 1 kg H2SO4, pekat dan dibiarkan selama 1 hari
atau 2 hari untuk melarutkan serbuk tersebut.
3. Larutan
indikator ferroin
1,485 gram 1,10-phenantrolin monohidrat
dan 695 mg dan FeSO47H2O dilarutkan dalam aquadest dan
diencerkan hingga volume 100 ml. indikator ini harus dibuat baru.
4. Larutan
ferro ammonium sulfat (FAS) 0,05 N
98
gram Fe(NH4)2(SO4)6H2O dilarutkan
dalam aquadest. Kemudian ditambahkan 20 ml H2SO4 pekat
dan encerkan hingga volume 1 L. larutan itu harus distandarisasi setiap hari.
3.3 Cara Kerja
1. Masukkan
sampel 2,5 ml sampel ke dalam tabung reaksi;
2. Tambahkan
1,5 ml larutan digesti;
3. Tambahkan
ke dalam larutan tersebut 3,5 ml Ag2SO4. Aduk larutan
tersebut hingga homogeny;
4. Letakkan
tabung yang berisi larutan tadi ke dalam COD reactor kemudian panaskan pada
suhu 105o C selama 2 jam;
5. Setelah
dingin tambahkan 3 tetes indicator ferroin;
6. Titrasi
dengan larutan FAS 0,05 N hingga terjadi perubahan warna dari hijau sampai
merah-coklat;
7. Diperlukan
percobaan blanko dengan cara seperti di atas.
3.4 Rumus
COD sebagai mg O2 =
Dimana :
A = ml FAS untuk blanko
B = ml FAS untuk
sampel
N = normalitas
FAS
4. DISSOLVED OXYGEN-BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND
(DO-BOD)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
Adapun
tujuan dari percobaan ini adalah mengetahui jumlah DO dan BOD5 dalam
sampel.
1.2 Metode Percobaan
Metode
yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1.
Untuk
DO menggunakan metode titrasi iodometri;
2. Untuk
BOD5 menggunakan metode titrasi Winkler.
1.3
Prinsip
Percobaan
1.
DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen akan mengoksidasi Mn2+
dalam suasana basa membentuk endapan MnO2. Dengan penambahan alkali
iodide dalam suasana asam akan membebaskan iodium. Banyaknya iodium yang dibebaskan dianalisis dengan metode titrasi
iodometris dengan larutan standar Thiosulfat dan indikator larutan kanji.
Reaksi yang terjadi:
Mn2+
+ 2OH- + 1/2O2 MnO2
+ H2O
MnO2 + 2I- + 4H+ Mn2+
+ I2 + H2O
I2 + S2O3- S4O62-
+ 2I-
2.
BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Pengukuran BOD terdiri dari pengenceran sampel, inkubasi selama 5
hari pada suhu 200C dan pengukuran oksigen terlarut selama inkubasi
menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh sampel air. oksigen terlarut
diukur dengan metoda titrasi Winkler.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BOD
biasanya didenisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh bakteri
untuk menstabilkan bahan organik yang dapat diuraikan pada kondisi aerobik.
Istilah “dapat diuraikan” dapat diinterpretasikan sebagai arti bahwa bahan
organik dapat berlaku sebagai makanan untuk bakteri, dan energi dihasilkan dari
oksidasi (Sawyer, 1978).
BOD
adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses
mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir
semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat –zat organis yang tersuspensi
dalam air (G. Alaerts, 1984).
Tes
BOD secara luas digunakan untuk menentukan kekuatan polusi dari buangan
domestik dan industri yaitu oksigen yang diperlukan oleh buangan tersebut jika
dibuang ke perairan alami pada kondisi aerob. Tes BOD merupakan prosedur bioassay yaitu mengikut sertakan pengukuran
oksigen yang dikonsumsi oleh organisme hidup (terutama bakteri) saat
menggunakan bahan organik yang terkandung di dalam buangan pada kondisi yang
dibuat sama mendekati kondisi di alam. Tes BOD dapat dikatakan sebagai prosedur
oksidasi basah dimana organism hidup berperan sebagai media oksidasi bahan
organik menjadi karbondioksida dan air (Mindriany, 1999).
Jenis
bakteri yang mampu mengoksidasi zat organis “biasa” yang berasal dari sisa-sisa
tanaman dan air buangan penduduk, berada pada umumnya disetiap air alam. Jumlah
bakteri ini tidak banyak di air jernih dan di air buangan industri yang
mengandung zat organis. Pada kasus ini pasti perlu ditambahkan benih bakteri.
Untuk mengoksidasi/penguraian zat organis yang khas terutama dibeberapa jenis
air buangan industri yang mengandung misalnya fenol, deterjen, minyak dan
sebagainya bakteri harus diberikan waktu penyesuaian beberapa hari melalui
kontak dengan air buangan tersebut, sebelum digunakan sebagai benih pada
analisa BOD air tersebut (G. Alaerts, 1984).
Pemeriksaan
BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen di dalam air dan
proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik sebagai hasil
oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air dan amoniak reaksi oksidasi dapat
dituliskan sebagai berikut (G. Alaerts, 1984).
DO
adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan mikroorganisme dalam air.
Pengukuran oksigen terlarut di dalam air dilakukan dengan metode elektro kimia
yang pada prinsipnya menggunakan elektroda yang terdiri dari katoda dan anoda yang
terendam dalam larutan elektrolit (larutkan garam). Pada DO-meter (DO singkatan
dari Dissolved Oxygen), elektroda ini
terdiri dari katoda Ag dan anoda Pb atau Au. Sistem elektroda ini dilindungi
dengan membran plastic tertentu yang bersifat semi-permeabel terhadap oksigen
dan hanya O2 dapat menembus membran tersebut (G. Alaerts, 1984).
Analisis oksigen terlarut dapat ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu (Anonymous A, 2011):
a.
Metoda Titrasi Dengan Cara Winkler
Prinsipnya dengan
menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan
larutan MnCl2 den NaOH - KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2.
Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi
akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen
terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan
standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan
menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat
dirumuskan :
MnCI2 + NaOH ==> Mn(OH)2 +
2 NaCI
2 Mn(OH)2 + O2
==>
2 MnO2 + 2 H20
MnO2 + 2 KI + 2 H2O ==>
Mn(OH)2
+ I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2O3 ==> Na2S4O6 + 2 NaI
b. Metoda elektrokimia
Cara penentuan
oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara
langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip
kerjanya adalah menggunakan probe
oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalam larutan
elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda
perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi
dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia
yang akan
terjadi adalah:
Katoda : O2 + 2 H2O
+ 4e ==> 4 HO-
Anoda : Pb + 2
HO- ==> PbO + H2O + 2e-
Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis (KOB) menunjukkan
jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup untuk memecah
atau mengoksidasi bahan organik dalam air. Oleh karena itu, nilai BOD bukanlah
merupakan nilai yang menujukkan jumlah atau kadar bahan organik dalam air,
tetapi mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk mengoksidasi atau menguraikan bahan-bahan organik
tersebut. BOD tinggi menunjukkan bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik dalam air tersebut tinggi,
berarti dalam air sudah terjadi defisit oksigen. Banyaknya mikroorganisme yang
tumbuh dalam air disebabkan banyaknya makanan yang tersedia (bahan organik),
oleh karena itu secara tidak langsung BOD selalu dikaitkan dengan kadar bahan
organik dalam air (Anonymous B, 2009).
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) adalah
suatu analisis empiris yang mencoba mendeteksi secara global proses-proses
mikrobiologi yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir
semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat organik yang yang tersuspensi
dalam air (Alaert. G dan Sri Sumestri Santika, 1984).
Penguraian bahan organik secara alami,
melibatkan bermacam–macam organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil
akhir karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Pemeriksaan BOD
tersebut dianggap dimana organisme hidup bertindak sebagai medium untuk
menguraikan bahan organik menjadi CO2 dan H2O. Reaksi
oksidasi selama pemeriksaan BOD merupakan hasil dari aktifitas biologis dengan
kecepatan reaksi yang berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan
suhu. Karenanya selama pemeriksaan
BOD, suhu harus diusahakan konstan pada suhu 20oC yang merupakan
suhu umum di alam (Salmin, 2005).
Dalam praktikum,
untuk penentuan BOD yang berdasarkan pada pemeriksaan oksigen terlarut (DO),
biasanya dilakukan secara langsung atau dengan cara pengenceran. Prosedur
secara umum adalah menyesuaikan sampel pada suhu 20oC dan
mengalirkan oksigen atau udara ke dalam air untuk memperbesar kadar oksigen
terlarut, hingga sampel mendekati kejenuhan oksigen tersebut. Dengan cara
pengenceran pengukuran BOD didasarkan atas kecepatan degradasi biokimia bahan
organik yang berbanding langsung dengan banyaknya zat yang tidak teroksidasi
pada zat tertentu (Salmin, 2005).
Lima jenis gangguan yang
umumnya terdapat pada analisa BOD (Alaert. G dan Sri Sumestri Santika, 1984):
1. Proses
nitrifikasi dapat mulai terjadi di dalam botol BOD setelah 2-10 hari
2NH4 + 3O2 → 2NO2- + 4H+
+ 2H2O
2NO2-
+ O2 → 2NO3
Nitrifikasi perlu oksigen. Seringkali
nitrifikasi tidak terjadi karena suhu 10oC atau karena air sungai
yang tercemar telah sampai ke muara sehingga nitrifikasi pada botol BOD tidak
berlaku;
2.
Zat beracun dapat
memeperlambat pertumbuhan bakteri (memperlambat reaksi BOD) bahkan membunuh
organisme tersebut;
3. Kemasukan atau keluarnya oksigen dari botol selama
inkubasi harus dicegah. Dengan ditutup
hati-hati (di atas tutup botol bisa diberi air/waterseal);
Tidak ada komentar:
Posting Komentar