Jumat, 16 September 2011

LABORATORIUM AIR


1. ANALISIS LOGAM

 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Tujuan Percobaan

1.2  Metoda Percobaan
Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah SSA (Spektofotometer Serapan Atom).
1.3  Prinsip Percobaan
Senyawa logam dalam contoh uji didestruksi dalam suasana asam. Kemudian diukur kadarnya dengan spektofotometer serapan atom secara langsung pada panjang gelombang tertentu.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Logam berasal dari bahasa Yunani “Metal” adalah sebuah unsur kimia yang siap membentuk ion (kation) dan memiliki ikatan logam, dan kadang kala dikatakan mirip dengan kation diawan electron. Logam adalah salah satu unsur dari tida kelompok unsur yang dibedakan oleh sifat ionisasi dan ikatan, bersama dengan metalloid dan non logam (Anonymous A, 2010).
Paduan logam merupakan pencampuran dari dua jenis logam atau lebih untuk mendapatkan sifat fisik, mekanik, listrik dan visual yang lebih baik. Contoh paduan logam yang popular adalah baja tahan karat yang merupakan pencampuran dari besi (Fe) dengan Krom (Cr) (Anonymous A, 2010).
Logam terbagi 2 (Anonymous A, 2010):
1.      Logam Mulia
Secara umum logam mulia adalah logam-logam yang termasuk paduannya yang biasa dijadikan perhiasan, seperti emas, perak, perunggu dan platina.
2.      Logam berat
Logam berat adalah logam dengan massa jenis lima atau lebih, dengan nomor atom 22 sampai 92. Logam berat dianggap berbahaya bagi kesehatan bila terakumulasi secara berlebihan didalam tubuh. Seperti Kadmium (Cd), timbal (Pb), raksa (Hg), dll.
Drude dan Lorentz mengemukakan model, bahwa logam sebagai suatu kristal terdiri dari ion-ion positif logam dalam bentuk bola-bola keras dan sejumlah electron yang bergerak bebas dalam ruang antara. Elektron-elektron valensi logam tidak terikat erat, sehingga relatif bergerak bebas. Hal ini dapat dimengerti mengapa logam bersifat pengantar panas dan listrik yang baik (Anonymous B, 2009).
Salah satu contoh logam adalah seng (Zn). Seng merupakan zat mineral esensial yang sangat penting bagi tubuh.  Terdapat sekitar dua milyar orang di negara-negara berkembang yang kekurangan asupan seng. Defisiensi ini juga dapat menyebabkan banyak penyakit. Pada anak-anak, defisiensi ini menyebabkan gangguan pertumbuhan, memengaruhi pematangan seksual, mudah terkena infeksi, diare, dan setiap tahunnya menyebabkan kematian sekitar 800.000 anak-anak di seluruh dunia. Konsumsi seng yang berlebihan dapat menyebabkan ataksia, lemah lesu, dan defisiensi tembaga (Anonymous B, 2011).
Perbandingan sifat-sifat fisis logam dengan non logam (Anonymous B, 2009):
No
Logam
Non Logam
1
Padatan logam merupakan penghantar listrik yang baik
Padatan non logam bukan penghantar listrik
2
Mempunyai kilap logam
Tidak mengkilap
3
Kuat dan keras
Tidak kuat dan tidak keras
4
Bisa diulur dan dibengkokkan
Rapuh dan patah jika dibengkokkan
5
Umumnya kerapatannya besar
Umumnya kerapatannya rendah
6
Titik didih dan titik leleh tinggi
Titik didih dan titik leleh rendah
Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui kandungan logam pada air adalah dengan menggunakan SSA (Spektofotometer Serapan Atom). Komponen-komponen SSA dijelaskan pada skema berikut (R. A. Day, 1986):

Cara kerja SSA adalah tabung beroperasi dengan suplai daya yang memberikan voltase sampai 300 V. Arus melewati tabung berjangka miliampere, 20-30 mA yang berenergi dipercepat menuju katode negatif, dimana tabrakan dengan permukaan akan melepaskan atom-atom logam katode. Dalam tabrakan lebih lanjut dengan ion dan atom yang berenergi, atom-atom logam yang terpercik itu akan terekotasikan. Kemudian, dalam daerah di cas yang lebih dingin mereka memancarkan spektrum garis yang karakteristik dari logam katode yang tampak sebagai suatu pijaran dalam rongga katode yang cekung. Suatu garis resonansi dipilih dari spektrum ini untuk pengukuran serapan. Gas pengisi tertekan cukup rendah dan temperature cukup rendah sehingga garis-garis spektrum pancaran dari lampu lebih sempit dari pada garis serapan analit dalam nyala, tepatnya seperti yang kita kehendaki (R. A. Day, 1986).
Prinsip analisis dengan SSA adalah interaksi antara energi radiasi dengan atom unsur yang dianalisis. Populasi atom pada tingkat dasar dikenakan seberkas radiasi maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat dasar tersebut. Penyerapan ini menyebabkan terjadinya pengurangan intensitas radiasi yang diberikan. Pengurangan intensitas sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat dasar tersebut (Riyanto, 2009).
Dalam aplikasinya pada bidang Teknik Lingkungan kadar logam sangat penting untuk diketahui. Dengan adanya diketahui kadar logam dalam suatu perairan ataupun badan air maka kita akan mengetahui kualitas air tersebut, dan memudahkan kita untuk menentukan perlakuan pengolahan yang tepat pada air tersebut. Jika kadar logamnya tinggi, dan kita ingin menjadikan air tersebut sebagai air baku untuk air minum, tentunya kita akan melakukan pengolahan secara kimia. Dan sebaliknya jika kadar logamnya tidak memlewati ambang baku mutu yang telah ditetapkan, maka kita tidak perlu lagi melakukan pengolahan secara kimia untuk mengurangi konsentrasi logamnya.


BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat
1.      AAS/SSA (Spektofotometer Serapan Atom);
2.      Labu ukur 100 ml 7 buah;
3.      Pipet tetes;
4.      Pipet takar 10 ml dan 5 ml;
5.      Erlenmeyer 100 ml;
6.      Corong;
7.      Kertas saring;
8.      Kompor listrik;
9.      Cawan.
3.2  Bahan
1.      Sampel destruksi yang kering;
2.      Aquadest;
3.      HNO3 pekat;
4.      H2O2.
3.3  Cara Kerja
3.3.1     Analisa Logam Dalam Sampel Padat
1.      Ambil sampel sebanyak 5 gr (timbang dalam neraca analitik);
2.      Masukkan sampel dalam erlenmeyer 100 ml, tambahkan 5 ml HNO3 pekat dan ancerkan hingga volumenya menjadi 50 ml;
3.      Hidupkan kompor listrik dan panaskan selama 3 jam.
4.      Saring sampel dalam labu ukur 50 ml. Bilas sampel dan masukkan air bilasan tersebut dalam labu ukur hingga volumenya menjadi 50 ml;
5.      Periksa absorbansi sampel dan masing-masing larutan standar menggunakan SSA.

3.3.2     Analisa Sampel Dalam Air dan Limbah Cair
1.      Ambil sampel 50 ml dan masukkan kedalam gelas piala 100 ml;
2.      Tambahkan 5 ml asam nitrat pekat kemudian tutup gelas piala dengan kaca arloji dan panaskan hingga volumenya menjadi setengah volume semula;
3.      Saring sampel dalam  labu ukur 50 ml menggunakan kertas saring. Bilas sampel dan masukkan air bilasan tersebut kedalam labu ukur hingga volumenya menjadi 50 ml;
4.      Periksa absorbansi sampel dengan menggunakan SSA.
3.3.3     Penentuan Kadar Air
1.         Panaskan cawan kosong pada suhu 105˚C selama 1 jam.
2.         Timbang cawan menggunakan neraca analitik, masukkan sampel (berat awal);
3.         Panaskan cawan yang berisi sampel selama 1 jam dan dinginkan;
4.         Timbang kembali cawan berisi sampel menggunkan neraca analitik (berat akhir);
5.         Hitung kadar air sampel.
3.4  Rumus
  1. Kadar   logam = ppm dari kurva x (gr sampel/ml ekstrak) x FP
2.      Regresi linear kurva
y = a + bx
a =
              b =




 

2. ANALISIS ZAT PADAT

 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Metode Percobaan
Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah gravimetri.
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah menentukan jumlah/kadar zat padat (solid) dalam air, baik yang tersuspensi maupun terlarut.
1.3 Prinsip Percobaan
Pengukuran zat padat dalam air berdasarkan metode gravimetri yaitu analisis berdasarkan penimbangan berat. Penentuan padatan dilakukan dengan cara penyaringan, pemanasan, dan penimbangan. 


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam air ditemukan dua kelompok zat, yaitu zat terlarut seperti garam dan molekul organis, dan zat padat tersuspensi dan koloidal seperti tanah liat (kwarts). Perbedaan pokok dari dua kelompok zat ini ditentukan melalui ukuran atau diameter partikel-partikel tersebut. Perbedaan antara kedua kelompok zat yang ada dalam air di alam cukup jelas dalam praktek, namun kadang-kadang batasan itu tidak dapat dipastikan secara definitif (Alaerts dkk, 1984).
Analisa zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen-komponen air secara lengkap, juga untuk perencanaan serta pengawasan proses-proses pengolahan dalam bidang air minum maupun dalam bidang air buangan (Alaerts dkk, 1984).
Zat-zat padat yang berada dalam suspense dapat dibedakan menurut ukurannya sebagai partikel tersuspensi koloidal (partikel koloid) dan partikel tersuspensi biasa (partikel tersuspensi). Jenis partikel koloid tersebut adalah penyebab kekeruhan dalam air (efek tyndall) yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang menembus suspense tersebut (Alaerts dkk, 1984).
Dalam metode analisa zat padat, pengertian zat padat total adalah semua zat-zat yang tersisa sebagai residu dalam suatu bejana, bila sampel air dalam bejana tersebut dikeringkan pada suhu tertentu. Zat padat rotal terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang dapat bersifat organis dan inorganik.
Dalam air ditemukan dua kelompok zat, yaitu (Alaerts, 1984):
1.        Zat terlarut, seperti garam dan molekul organis
2.        Zat padar tersuspensi dan koloidal, seperti tanah liat (kwarts).
Perbedaan pokok antara kedua kelompok zat ini ditentukan melalui ukuran atau diameter partikel-partikel tersebut. Perbedaan antara kedua kelompok zat yang ada dalam air alam cukup jelas dalam praktek, namun kadang-kadang batasan itu tidak dapat dipastikan secara defenitip (G. Alaerts, 1984).
Jumlah dan sifat zat padat tidak terlalut dan terlarut yang terkandung dalam cairan sangat bervariasi. Dalam air minum sebagian besar zat padat terlarut berasal dan terdiri dari sebagian besar garam-garam anorganik, sebagian kecilnya dari bahan organik dan gas terlarut. Pada air minum besar total padatan yang terkandung biasanya berkisar 20-1000 mg/l (Sawyer, 1978).
Seorang Insinyur Teknik Lingkungan selalu berkaitan dengan pengukuran materi padatan dalam berbagai jwnis, yakni cairan dan semi cairan, mulai dari air minum limbah domestik dan industri, serta lumpur yang dihasilkan dalam proses pengolahan. Semua materi kecuali air yang terkanding dalam zat cair atau bahan cair digolongkan sebagai materi zat padat atau padatan (Sawyer, 1978).
Jumlah dan sifat zat padat tidak terlarut dan terlarut yang terkandung dalam cairan sangat bervariasi. Dalam air minum sebagian besar zat padat terlarut berasala dan terdiri dari sebagian besar garam-garam anorganik, sebagian kecilnya dari bahan organik dan gas terlarut. Pada air minum besar total padatan yang terkandung biasanya berkisar 20-1000 mg/l (Sawyer, 1978).
    TS

                                       TSS                                            TDS

                        FSS                       VSS               FDS                    VDS
Gambar 1 Skema Analisis zat padat
Keterangan:
1.        TS (Total Solids)
Adalah zat padat total/residu total setelah sampel limbah cair dikeringkan pada suhu 1050C yang bertujuan untuk mengetahui parameter mutu air.
2.      TSS (Total Suspended Solids)
Adalah zat padat tersuspensi dimana sampel disaring dengan kertas filter, filter yang mengandung zat tersuspensi dikeringkan pada suhu 1050C selama 2 jam.
3.      FSS (Fixed Suspended Solids)
Merupakan residu yang tertinggal setelah TSS dibakar pada suhu 500  500C.

4.      VSS (Volatile Suspended Solids)
Adalah zat padat yang hilang sewaktu TSS dibakar pada suhu 500  500C.
5.      TDS (Total Dissolved Solids)
Adalah zat padat terlarut/residu terlarut dimana sampel disaring dengan kertas filter, cairan yang lolos dikeringkan pada suhu 1050C hingga garam mengendap.
6.      FDS (Fixed Dissolved Solids)
Adalah residu yang tertinggal setelah TDS dibakar pada suhu 500  500C.
7.      VDS (Volatile Dissolved Solids)
Adalah zat padat yang hilang pada waktu TDS dibakar pada suhu 500  500C (Alaerts, 1978).
Sumber utama TDS adalah dari perairan pertanian dan air buangan perumahan, pencemaran tanah dan titi-titik sumber pencemaran air yang keluar dari industri atau pengolahan limbah pabrik. Biasanya mengandung bahan-bahan kimia seperti kalsium, fosfat, nitrat, natrium, kalium dan klorida (Anonim, 2010)
Total padatan terlarutnya berbeda dari Total Suspended Solids (TSS), karena merupakan padatan yang terakhir yang tidak dapat melewati saringan yang berukuran dua mikrometer. (Anonim, 2010).
Beberapa jenis filter yang digunakan dalam penentuan zat padat dalam air adalah (Alaerts, 1984) :
1.      Filter kertas biasa
       Filter ini terbuat dari bahan kertas biasa dengan ukuran diameter pori 10 μm. Filter ini menahan semua zat padat tersuspensi dan sebagian kecil zat koloidal yang dapat diabaikan. Filter ini menyerap kelembaban udara yang mengakibatkan bertambahnya berat sampai 5 % dari beratnya sendiri. Oleh karena itu, filter kertas ini harus ditentukan beratnya dalam keadaan kering sebelum filtrasi. Kertas filter biasa ini tidak cocok untuk analisa zat padat tersuspensi organis/ionorganis. Ini dikarenakan setelah dikeringkan pada suhu 550º C terdapat sisa pembakaran filter yang tidak diketahui beratnya.


2.      Filter kertas khusus;
       Filter ini terbuat dari bahan kertas khusus yag lenyap waktu pembakaran pada suhu 550º C. Filter ini digunakan untuk analisa zat padat tersuspensi dan cocok untuk analisa zat padat tersuspensi organis/ionorganis karena tidak ada sisa pembakaran filter.
3.      Filter glass-fiber
       Filter ini terbuat dari serabut kaca yang halus dan bersifat ionorganis sehingga tidak ikut terbakar pada suhu 550º C. Filter ini tidak menyerap kelembaban udara sehingga tidak perlu dikeringkan dahulu sebelum analisa zat tersuspensi, zat tersuspensi organis dan inorganik. Filter glass-fiber ini tidak sedikit kelebihannya dibanding yang lain, tetapi harga filter ini mahal.
4.      Filter membran
Filter ini terbuat dari semacam bahan ember dan mempunyai lubang pori dengan ukuran tertentu tetapi sama besarnya. Filter ini digunakan untuk menyaring atau menahan zat koloidal yang terkandung dalam larutan yang lolos dari filter kertas. Filter kertas ini tidak ember sisa pembakaran.



BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1  Alat
1.    Kertas saring 2 buah;
2.      Cawan penguap  4  buah;
3.      Desikator;
4.      Furnace;
5.      Oven
6.    Gelas ukur 50 ml ;
7.      Timbangan;
8.      Tang krus;
9.      Pinset;
10.  Corong 2 buah;
11.  Neraca Analitik;
12.  Statip 2 buah;
3.2  Bahan
1.   Aquadest;
2.   Sampel air.
3.3  Cara kerja
1.    Persiapan
Panaskan kertas saring di dalam cawan penguap dan beaker glass di oven pada suhu 105 OC selama 1 jam, setelah itu dinginkan dan timbang;
2.    Saring sampel sebanyak 15 ml pada kertas saring yang ditimbang, filtratnya di tampung.
3.    Lalu panaskan pada oven di suhu 105oC selama 1 jam, dinginkan lalu timbang;
4.    Filtrat yang ditampung tadi panaskan pada kompor pada suhu  180oC sampai airnya tinggal kira-kira 2 ml, lalu panaskan pada oven di suhu 105oC selama 1 jam, dinginkan lalu timbang;
5.   Kertas saring dan filtrat yang telah dipanaskan pada oven tadi lalu dipanaskan pada furnace di suhu 550oC semalam 1 jam, dinginkan lalu timbang;
6.   Lalukan hal yang sama terhadap blanko.
3.4  Rumus
a = massa cawan + kertas saring sampel
b = massa cawan + kertas saring blanko
c = massa cawan sampel                           h = g dipanaskan 550° C
d = massa cawan blanko                           i  = c dipanaskan 105° C
e = a dipanaskan 105° C                           j  = i dipanaskan 550° C
f = e dipanaskan  550° C                          k = d dipanaskan 105° C
g = b dipanaskan 105° C                           l  = k dipanaskan 550° C
Sampel
TSS       =  (e – a) x 1000/ ml sampel x 1000
FSS       =  (f – e)  x 1000/ml sampel x 1000
VSS       = TSS - FSS                                                                        
TDS       =  (i – c) x 1000/ ml sampel x 1000                                     
FDS       =  (j – i) x 1000/ ml sampel x 1000                                     
VDS      =  TDS – FDS
TS          =  TSS + TDS
Blanko   
TSS       =  (g - b) x 1000/ ml blanko x 1000
FSS       =  (h - g) x 1000/ml blanko x 1000
VSS       =  TSS - FSS                                                                       
TDS       =  (k - d) x 1000/ ml blanko x 1000                                    
FDS       =  (l – k) x 1000/ ml blanko x 1000                                     
VDS      =  TDS – FDS
TS          =  TSS + TDS






 
3. CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)
 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
Tujuan dari pratikum ini adalah menghitung/mengukur kadar COD yang terdapat dalam sampel.
1.2 Metode Percobaan
Metode yang digunakan pada pratikum ini adalah titrasi menggunakan larutan Ferro Ammonium Sulfat (FAS) dengan menggunakan indikator Ferroin.
1.3 Prinsip Percobaan
Senyawa organic dalam air dioksidasi oleh larutan Kalium Dikromat dalam suasana asam pada temperature 150oC. kelebihan Kalium Dikromat dititrasi oleh Larutan Ferro Ammonium Sulfat (FAS) dengan indikator Ferroin.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) dalah jumlah oksigen (MgO2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Alaerts, dkk. 1984).
Tes COD sangat luas digunakan sebagai alat pengukuran kekuatan organik buangan domesik dan industri. Tes ini mengukur kandungan organik sebagai juumlah total oksigen yang diperlukan untuk oksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Sawyer, 1978).
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemar air oleh zat-zat organis yang secara ilmiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. analisa COD berbeda dengan analisa BOD namun perbandingan antara angka COD dengan angka BOD dapat ditentukan. Tidak semua zat-zat organis dalam air buangan maupun air permukaan dapat dioksidasikan melalui tes COD atau BOD (Alaerts, dkk. 1984).
Theoretical Oxygen Demand (TOC) atau kebutuhan oksigen teoritis adalah kebutuhan oksigen untuk mengoksidasikan zat organik dalam air yang dihitung secara teoritis. ThOD dapat menghitung jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menggoksidasi ammonia yang terdapat pada badan air atau air buangan. Jumlah oksigen tersebut dihitung bila komposisi zat organik terlarut telah diketahui. (Alaerts dkk, 1984).
Selama penentuan COD, bahan organik dikonversi menjadi karbondioksida dan air dengan mengabaikan kemampuan asimilasi biologis. Sebagai contoh glukosa dan lignin dapat dioksidasi secara sempurna. Hasilnya, nilai COD lebih besar daripada nilai BOD dan dapat jauh lebih besar jika bahan organik yang resisten terhadap degradasi biologis ada dalam jumlah yang berarti (Sawyer, 1978).
Karena pengukuran COD permintaan oksigen senyawa organik dalam sampel air, penting bahwa tidak ada di luar bahan organik menjadi sengaja ditambahkan ke sampel yang akan diukur. Untuk mengontrol, ini yang disebut sampel kosong yang diperlukan dalam penentuan COD (dan direksi permintaan biokimia). Sampel kosong dibuat dengan menambahkan semua reagent (misalnya asam dan agent oksida) ke volume air suling. COD diukur baik untuk air sampel dan sampel kosong, dan keduanya dibandingkan. Permintaan oksigen dalam sampel kosong dikurangi dari COD untuk sampel asli memastikan pengukuran sejati materi organik (Sawyer, 1978).
Kekurangan dari tes COD adalah tidak dapat membedakan antara zat yang sebenarnya yang tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis. Hal ini disebabkan karena tes COD merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis, sehingga suatu pendekatan saja (Anonim.2010).
Pada prinsip analisa COD, sebagian besar zat organis mealalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang emndidih. Reaksi yang terjadi pada saat penentuan adalah:
CaHbOc           +    Cr2O7 + H+         Ag2SO4          CO2 + H2O + Cr3+
Zat organis      (warna kuning)                                  (warna hijau)
Selama reaksi yang berlangsung lebih kurang 2 jam ini, uap direfluks dengan alat kondensor, agar zat organik volatil tidak lenyap keluar. Perak Sulfat (Ag2SO4) ditambahkan sebagai katalisator untuk menghilangkan gangguan klorida yang pada umumnya ada dalam air buangan (Alaerts dkk, 1984).
Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organik habis teroksidasi, maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus terisisa sesudah direfluks. sisa K2Cr2O7 ditentukan melalui titrasi FAS yang tersisa di dalam larutan tersebut digunakan untuk menentukan berapa oksigen yang telah dipakai. Reaksi yang berlangsung adalah (Alaerts dkk, 1984):
6Fe+ + Cr2O72- + 14H+                      6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
Pengukuran kelebihan Kalium Dikromat:
Untuk semua bahan organik sepenuhnya teroksidasi, jumlah kelebihan kalium dikromat (oksidator atau agen) harus hadir. Okdsidasi setelah selesai, jumlah kelebihan kalium dikromat harus diukur untuk memastikan bahwa jumlah Cr3+ dapat ditentukan dengan akurat. Untuk melakukannya, kelebihan kalium dikromat adalah dititrasi dengan ammonium ferrous sulfat (FAS) sampai semua kelebihan agen pengoksidasi telah direduksi menjadi Cr3+ (Anonim, 2010).
Kebutuhan oksigen kimia (COD) adalah ukuran kapasitas air untuk mengkonsumsi oksigen selama dekomposisi organik masalah dan oksidasi dari bahan kimia organik seperti ammonia dan nitrit. Dasar untuk menggunakan COD adalah bahwa hamper semua bahan organik compound dapat dilaksanakan sepenuhnya oksida kekarbon dioksida dengan baik dan kuat dibawah kondisi asam (Alearts dkk.1984).
Untuk tingkat ketelitian penyimpangan baku antara laboratorium adalah 13 mg/l sedangkan penyimpangan maksimum dari hasil analisa dalam suatu laboratorium sebesar 5% masih diperkenankan (Anonim. 2010).
Kebutuhan oksigen kimia (COD) adalah ukuran kapabilitas air untuk mengkonsumsi oksigen selama dekomposisi organik masalah dan oksidasi dari bahan kimia organik seperti ammonia dan nitrit. Dasar untuk menggunakan COD adalah bahwa hampir semua bahan organik compound dapat dilaksanakan sepenuhnya dengan baik dan kuat dibawah kondisi asam (Anonim. 2010).
COD merupakan salah satu parameter indikator pencemar didalam air yang disebabkan oleh limbah organik, keberadaan COD didalam lingkungan sangat ditentukan oleh limbah organik, baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun industri, secara umum konsentrasi COD yang tinggi dalam air menunjukkan adanya bahan pencemar organik yang berbahaya. kadar COD dalam air limbah berkurang seiring dengan berkurangnya konsentrasi bahan organik yang terdapat dalam air limbah. konsentrasi bahan organik yang rendah tidak selalu dapat direduksi dengan metoda pengolahan yang konvensional (Alearts dkk. 1984).
Analisis COD berbeda dengan analisa BOD, namun perbandingan antar angka COD dengan angka BOD dapat ditentukan, seperti pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbandingan Rata – Rata Angka BOD5/COD
Untuk Beberapa Jenis Air
Jenis Air
BOD5/COD
-Air buangan domestik(penduduk)
-Air buangan domestik setelah pengendapan primer
-Air buangan setelah pengolahan secara biologis
- Air sungai
0,40 – 0,60
0,60

0,20

0,10




BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat
1.      Buret;
2.      Tabung reaksi 4 buah;
3.      Erlenmeyer 100 ml 3 buah;
4.      Pipet volum 5 ml;
5.      Pipet tetes;
6.      Corong;
7.      Bola hisap;
8.      COD reactor dan transformer;
9.      Gelas ukur 10 ml.
3.2 Bahan dan Reagen
3.2.1 Bahan
1.        Larutan digesti K2Cr2O7 0,0167 N;
2.        Reagen asam sulfat-perak sulfat;
3.        Indikator ferroin;
4.        Aquadest;
5.        Larutan FAS 0,05 N;
6.        Sampel.
3.2.2 Reagen
1.    Larutan standar digesti K2Cr2O7 0,25 N
Ditimbang dengan teliti 12,259 gram K2Cr2O7 yang telah dipanaskan pada temperatur 105o C selama 1 jam, kemudian diencerkan dengan aquadest hingga volumenya tepat 1 L.
2.    Reagen asam sulfat-perak sulfat
5,5 gram Ag2SO4dimasukkan ke dalam 1 kg H2SO4, pekat dan dibiarkan selama 1 hari atau 2 hari untuk melarutkan serbuk tersebut.


3.    Larutan indikator ferroin
1,485 gram 1,10-phenantrolin monohidrat dan 695 mg dan FeSO47H2O dilarutkan dalam aquadest dan diencerkan hingga volume 100 ml. indikator ini harus dibuat baru.
4.    Larutan ferro ammonium sulfat (FAS) 0,05 N
98 gram Fe(NH4)2(SO4)6H2O dilarutkan dalam aquadest. Kemudian ditambahkan 20 ml H2SO4 pekat dan encerkan hingga volume 1 L. larutan itu harus distandarisasi setiap hari.
3.3 Cara Kerja
1.        Masukkan sampel 2,5 ml sampel ke dalam tabung reaksi;
2.        Tambahkan 1,5 ml larutan digesti;
3.        Tambahkan ke dalam larutan tersebut 3,5 ml Ag2SO4. Aduk larutan tersebut hingga homogeny;
4.        Letakkan tabung yang berisi larutan tadi ke dalam COD reactor kemudian panaskan pada suhu 105o C selama 2 jam;
5.        Setelah dingin tambahkan 3 tetes indicator ferroin;
6.        Titrasi dengan larutan FAS 0,05 N hingga terjadi perubahan warna dari hijau sampai merah-coklat;
7.        Diperlukan percobaan blanko dengan cara seperti di atas.
3.4 Rumus
COD sebagai mg O2 =  
                     Dimana :
         A = ml FAS untuk blanko
   B = ml FAS untuk sampel
         N = normalitas FAS





 
4. DISSOLVED OXYGEN-BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND
(DO-BOD)
 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah mengetahui jumlah DO dan BOD5 dalam sampel.
1.2  Metode Percobaan
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1.      Untuk DO menggunakan metode titrasi iodometri;
2.      Untuk BOD5 menggunakan metode titrasi Winkler.
1.3  Prinsip Percobaan
1.      DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen akan mengoksidasi Mn2+ dalam suasana basa membentuk endapan MnO2. Dengan penambahan alkali iodide dalam suasana asam akan membebaskan iodium. Banyaknya iodium yang dibebaskan dianalisis dengan metode titrasi iodometris dengan larutan standar Thiosulfat dan indikator larutan kanji.
Reaksi yang terjadi:
Mn2+ + 2OH- + 1/2O2                                      MnO2 + H2O
      MnO2 + 2I- + 4H+                                      Mn2+ + I2 + H2O
                   I2 + S2O3-                                      S4O62- + 2I-
2.      BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Pengukuran BOD terdiri dari pengenceran sampel, inkubasi selama 5 hari pada suhu 200C dan pengukuran oksigen terlarut selama inkubasi menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh sampel air. oksigen terlarut diukur dengan metoda titrasi Winkler.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BOD biasanya didenisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh bakteri untuk menstabilkan bahan organik yang dapat diuraikan pada kondisi aerobik. Istilah “dapat diuraikan” dapat diinterpretasikan sebagai arti bahwa bahan organik dapat berlaku sebagai makanan untuk bakteri, dan energi dihasilkan dari oksidasi (Sawyer, 1978).
BOD adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat –zat organis yang tersuspensi dalam air (G. Alaerts, 1984).
Tes BOD secara luas digunakan untuk menentukan kekuatan polusi dari buangan domestik dan industri yaitu oksigen yang diperlukan oleh buangan tersebut jika dibuang ke perairan alami pada kondisi aerob. Tes BOD merupakan prosedur  bioassay yaitu mengikut sertakan pengukuran oksigen yang dikonsumsi oleh organisme hidup (terutama bakteri) saat menggunakan bahan organik yang terkandung di dalam buangan pada kondisi yang dibuat sama mendekati kondisi di alam. Tes BOD dapat dikatakan sebagai prosedur oksidasi basah dimana organism hidup berperan sebagai media oksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Mindriany, 1999).
Jenis bakteri yang mampu mengoksidasi zat organis “biasa” yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan air buangan penduduk, berada pada umumnya disetiap air alam. Jumlah bakteri ini tidak banyak di air jernih dan di air buangan industri yang mengandung zat organis. Pada kasus ini pasti perlu ditambahkan benih bakteri. Untuk mengoksidasi/penguraian zat organis yang khas terutama dibeberapa jenis air buangan industri yang mengandung misalnya fenol, deterjen, minyak dan sebagainya bakteri harus diberikan waktu penyesuaian beberapa hari melalui kontak dengan air buangan tersebut, sebelum digunakan sebagai benih pada analisa BOD air tersebut (G. Alaerts, 1984).
Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air dan amoniak reaksi oksidasi dapat dituliskan sebagai berikut (G. Alaerts, 1984).
DO adalah jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan mikroorganisme dalam air. Pengukuran oksigen terlarut di dalam air dilakukan dengan metode elektro kimia yang pada prinsipnya menggunakan elektroda yang terdiri dari katoda dan anoda yang terendam dalam larutan elektrolit (larutkan garam). Pada DO-meter (DO singkatan dari Dissolved Oxygen), elektroda ini terdiri dari katoda Ag dan anoda Pb atau Au. Sistem elektroda ini dilindungi dengan membran plastic tertentu yang bersifat semi-permeabel terhadap oksigen dan hanya O2 dapat menembus membran tersebut (G. Alaerts, 1984).
Analisis oksigen terlarut dapat ditentukan dengan 2 macam cara, yaitu (Anonymous A, 2011):
a.    Metoda Titrasi Dengan Cara Winkler
Prinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri.  Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den NaOH - KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4 atan HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan :
MnCI2 + NaOH  ==> Mn(OH)2 + 2 NaCI
2 Mn(OH)2 + O2 ==>   2 MnO2 + 2 H20
MnO2 + 2 KI + 2 H2O ==>    Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2O3 ==>  Na2S4O6 + 2 NaI
b.    Metoda elektrokimia
Cara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri dari katoda dan anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pada alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah:
Katoda : O2 + 2 H2O + 4e  ==> 4 HO-
Anoda : Pb + 2 HO- ==> PbO + H2O + 2e-
Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis (KOB) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan organik dalam air. Oleh karena itu, nilai BOD bukanlah merupakan nilai yang menujukkan jumlah atau kadar bahan organik dalam air, tetapi mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi atau menguraikan bahan-bahan organik tersebut. BOD tinggi menunjukkan bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik dalam air tersebut tinggi, berarti dalam air sudah terjadi defisit oksigen. Banyaknya mikroorganisme yang tumbuh dalam air disebabkan banyaknya makanan yang tersedia (bahan organik), oleh karena itu secara tidak langsung BOD selalu dikaitkan dengan kadar bahan organik dalam air (Anonymous B, 2009).
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) adalah suatu analisis empiris yang mencoba mendeteksi secara global proses-proses mikrobiologi yang benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat organik yang yang tersuspensi dalam air (Alaert. G dan Sri Sumestri Santika, 1984).
Penguraian bahan organik secara alami, melibatkan bermacam–macam organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Pemeriksaan BOD tersebut dianggap dimana organisme hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik menjadi CO2 dan H2O. Reaksi oksidasi selama pemeriksaan BOD merupakan hasil dari aktifitas biologis dengan kecepatan reaksi yang berlangsung sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi dan suhu. Karenanya selama pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan konstan pada suhu 20oC yang merupakan suhu umum di alam (Salmin, 2005).
Dalam praktikum, untuk penentuan BOD yang berdasarkan pada pemeriksaan oksigen terlarut (DO), biasanya dilakukan secara langsung atau dengan cara pengenceran. Prosedur secara umum adalah menyesuaikan sampel pada suhu 20oC dan mengalirkan oksigen atau udara ke dalam air untuk memperbesar kadar oksigen terlarut, hingga sampel mendekati kejenuhan oksigen tersebut. Dengan cara pengenceran pengukuran BOD didasarkan atas kecepatan degradasi biokimia bahan organik yang berbanding langsung dengan banyaknya zat yang tidak teroksidasi pada zat tertentu (Salmin, 2005).
Lima jenis gangguan yang umumnya terdapat pada analisa BOD (Alaert. G dan Sri Sumestri Santika, 1984):
1.    Proses nitrifikasi dapat mulai terjadi di dalam botol BOD setelah 2-10 hari
2NH4  + 3O2                     2NO2- + 4H+ + 2H2O
 2NO2-  +  O2                       2NO3
 Nitrifikasi perlu oksigen. Seringkali nitrifikasi tidak terjadi karena suhu 10oC atau karena air sungai yang tercemar telah sampai ke muara sehingga nitrifikasi pada botol BOD tidak berlaku;
2.    Zat beracun dapat memeperlambat pertumbuhan bakteri (memperlambat reaksi BOD) bahkan membunuh organisme tersebut;
3.    Kemasukan atau keluarnya oksigen dari botol selama inkubasi harus dicegah. Dengan ditutup hati-hati (di atas tutup botol bisa diberi air/waterseal);

Tidak ada komentar:

Posting Komentar